Senin, 15 Juli 2013

Ringkasan Pembahasan Doa Makan dan Adabnya


DOA SEBELUM dan SESUDAH MAKAN (yang SHAHIH)

Adab Makan Dan Minum


1.Berdo’a sebelum makan  

Membaca Basmalah
 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ: بسم الله, فَإِنْ نَسِيَ فِيْ أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ فِيْ أَوَّ لِهِ وَآخِرِهِ

Apabila salah seorang kalian makan suatu makanan, maka hendaklah dia mengucapkan “Bismillah” (Dengan nama Allah), dan bila dia lupa diawalnya hendaklah dia mengucapkan “Bismillah fii awwalihi wa akhirihi” (Dengan nama Allah di awal dan diakhirnya).”
{Shahih Sunan At-Tirmidzi 2/167 no.1513 oleh Asy-Syaikh Al-Albani }

Umar bin Abi Salamah yang berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepadanya:

يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.”
(HR Bukhari no. 4957 dan Muslim no. 3767 dari Maktabah Syamilah)


Dalam hadits yang lain dari Shahabat yang membantu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam selama 18 tahun, dia bercerita bahwa: “Dia selalu mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam apabila mendekati makanan mengucapkan ‘bismillah’.”{HR. Muslim}

Hukumnya Wajib
 Berdasarkan dalil yang shahih dan sharih (tegas) di atas, menerangkan bahwa membaca ‘bismillah’ ketika makan dan minum adalah wajib dan berdosa bila meninggalkannya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada ‘Umar bin Abi Salamah:

يَاغُلاَمُ,سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ.

Wahai anak! Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu.”
{HR.Al Bukhari dan Muslim}
 Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Yang benar adalah wajib membaca ‘bismilah’ ketika makan. Dan hadits-hadits yang memerintahkan demikian adalah shahih dan sharih. Dan tidak ada yang menyelisihinya serta tidak ada satupun ijma’ yang membolehkan untuk menyelisihinya dan mengeluarkan dari makna lahirnya. Orang yang meninggalkannya akan ditemani setan dalam makan dan minumnya.”

Tidak  Menambah dengan bacaan “Arrahmanirrahim”

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam kitab beliau Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (1/152) mengatakan: “Membaca tasmiyah di permulaan makan adalah ‘Bismillah’ dan tidak ada tambahan padanya. Dan semua hadits-hadits yang shahih dalam masalah ini tidak ada tambahan sedikitpun. Dan saya tidak mengetahui satu haditspun yang didalamnya ada tambahan (bismillahirrahmanirrahim, pent).”
Doa sebelum makan, "Allahumma baariklanafiimaa razaqtanaa wa qinaa 'adzaaban naar" dari imam ibnu sunni adalah sangat dhoif dan Imam Bukhari mengatakan Haditsnya sangat munkar sehingga tdk bisa diamalkan.

Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada, bacaan sebelum makan yang sesuai dengan sunnah adalah cukup dengan “bismillaah”, tanpa tambahan ar-Rahmaan dan ar-Rahiim. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikh al Albani berdasarkan hadits Umar bin Abi Salamah dan hadits ‘Aisyah. Beliau mengatakan, “dan di dalam hadits terdapat dalil bahwa bacaan ketika akan makan hanya bismillaah saja.”

Beliau juga menyatakan dalam Silsilah Shahihah (1/152) “Membaca sebelum makan adalah ‘Bismillaah’ dan tidak ada tambahan padanya. Dan semua hadits-hadits yang shahih dalam masalah ini tidak ada tambahan sedikitpun. Dan saya tidak mengetahui satu haditspun yang di dalamnya ada tambahan (bismillaahirrahmaanirrahiim, pent).”

Ibnu Hajar menguatkan pendapat di atas dengan bersandar kepada hadits Aisyah, “Dia (bismillaah,- pent) adalah lafadz paling jelas tentang bentuk bacaan (sebelum makan).” (Fathul Baari: 9/455)

Beliau rahimahullah juga menyatakan bahwa beliau tidak mengetahui satu dalil khusus yang mendukung klaim Imam Nawawi bahwa ucapan bismillaahirramaanirrahiim ketika hendak makan itu lebih afdhal. Padahal, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Albani, “tidak ada yang lebih afdhal daripada sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Jika tidak ada keterangan tentang bacaan sebelum makan kecuali hanya bismillaah, maka tidak boleh menambah, terlebih lagi menyatakan bahwa menambahnya lebih utama. Sebabnya, karena bertentangan dengan hadits, “sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam).” (Dikutip dari Silsilah Shahihah: 1/611)

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan tasmiyah ketika makan adalah bacaan “bismillah”, ini disebut di awal ketika makan. Dalil yang paling tegas  tentang maksud  bacaan tasmiyah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari jalan Ummu Kultsum dari ‘Aisyah, marfu’ (sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam),

إِذَا أَكَلَ أَحَدكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّه ، فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّله فَلْيَقُلْ : بِسْمِ اللَّه فِي أَوَّله وَآخِره

Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia ucapkan “Bismillah”. Jika ia lupa untuk menyebutnya, hendaklah ia mengucapkan: Bismillaahi fii awwalihi wa aakhirihi (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”. Hadits ini memiliki penguat dari hadits Umayyah bin Makhsyi yang dikeluarkan oleh Abu Dau dan An Nasai. [3]

Dalam Al Adzkar, An Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Suatu hal yang patut diperhatikan, bagaimanakah ucapan tasmiyah yang dimaksud dan apa kadar tasmiyah yang mencukupi. Ketahuilah bahwa yang lebih afdhol, hendaklah mengucapkan “bismillahir rohmanir rohiim”. Jika hanya mengucapkan “bismillah”, maka itu juga sudah mencukupi dan sudah dianggap menjalankan sunnah. Bacaan ini boleh diucapkan oleh orang yang junub, wanita haidh dan lainnya.”[4]

Namun pernyataan An Nawawi rahimahullah di atas yang menyatakan lebih afdhol dengan “bismillahir rohmanir rohiim” dikritik oleh Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah. Beliau mengatakan, “Aku tidak mengetahui dalil khusus yang menyatakan hal tersebut lebih afdhol.”[5]

Ibnu Hajar juga mengkritisi pernyataan Al Ghozali rahimahumallah. Ibnu Hajar mengatakan, “Adapun yang dikatakan oleh Al Ghozali ketika menjelaskan adab makan dalam Al Ihya, di mana ia katakan bahwa pada suapan pertama, ucapkanlah “bismillah”. Maka ini sungguh baik. Disunnahkan ketika suapan pertama tadi untuk mengucapkan “bismillah”. Sedangkan pada suapan kedua, hendaklah mengucapkan “bismillahir rohman”. Pada suapan ketiga, ucapkanlah “bismillahir rohmanir rohiim”. Sunnah yang dikatakan oleh Al Ghozali ini, aku menganggap tidak ada dalilnya.”[6]

Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits disebutkan ketika makan hendaklah ucapkan “bismillah”, tanpa adanya tambahan. Setiap hadits yang shahih yang disebutkan dalam bab kelima tidak disebutkan ucapan tambahan (selain “bismillah”). Tambahan yang ada sama sekali tidak disebutkan dalam hadits.”[7]

Al Fakihaani rahimahullah mengatakan, “Tidak perlu mengucapkan ar rohman ar rohiim. Namun jika terlanjur menyebutnya, maka tidak kena dosa apa-apa.”[8]


Jika tidak ada keterangan tentang bacaan sebelum makan kecuali hanya bismillaah, maka tidak boleh menambah, terlebih lagi menyatakan bahwa menambahnya lebih utama.


Apabila Lupa 
 Apabila lupa membaca basmallah saat awal makan maka hendaklah membaca:
 
 بِسْمِ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ.
 Bismillahi fiawwalihi waakkhiri
 Artinya: Bismillah di awal dan diakhirnya. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi).


 hadits Aisyah radliyallah ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنْ نَسِيَ فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ

Apabila seorang kalian ingin makan, hendaknya dia membaca “bismillah”. Dan jika ia lupa membaca di awalnya, hendaknya ia membaca “bismillah fii awwalihi wa aakhirihi.”
 (HR. al Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad. Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1513 )

Dalam hadits yang lain dari seorang sahabat yang telah membantu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam selama 8 tahun bercerita bahwa dia selalu mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam apabila mendekati makanan membaca ‘bismillah.’”
(HR. Muslim dan Ahmad. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, 1/111)

 
Meninggalkan Doa yang Berdasar Hadis Dhoif

doa yang mahsyur ini dhoif:
اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ بِسْمِ اللهِ

Do’a ini dikeluarkan oleh ath-Thabrani (888), Ibnu Sunni (457) dari jalan Hisyam bin ‘Ammar dari Muhammad bin Isa dari Muhammad bin Abu Zu’aizi’ah dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya.

Cacat riwayat do’a ini terletak pada Muhammad bin Abu Zu’aizi’ah. Ibnu Hibban berkata: ˝Dia termasuk seorang dajjal (pendusta)˝. (al-Majruuhiin 2/289). Berkata al-Hafidz Ibnu ‘Adiy: ˝Haditsnya sangat mungkar (diingkari), haditsnya juga tidak ditulis˝. (al-Kaamil 7/425).
 Oleh karena itu do’a ini tidak boleh diamalkan.
 Doa sebelum makan:

Berdasarkan hadis riwayat Ibn al-Suni dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash ra diterangkan bahwa apabila beliau dihidangkan suatu makanan, beliau membaca doa:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّار

(Ya Allah berkahilah rizki yang telah Engaku berikan kepada kami dan jauhkanlah kami dari siksa neraka)

Berdasarkan penelitian, riwayat terebut dinilai da’if (lemah) karena dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Muhammad bin Abi al-Zu’aizi’ah (محمد بن أبي الزعيزعة ). Menurut al-Bukhari dan Abu Hatim al-Razi, orang ini banyak menriwayatkan hadis-hadis mungkar (hadis-hadis da’if)[1].

Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari No. 4957 diterangkan bahwa bacaan doa sebelum makan yang sah dari Nabi Saw adalah sebagai berikut:

عَنْ عُمَرَ بْنَ أَبِي سَلَمَةَ يَقُولُ كُنْتُ غُلَامًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ

Umar bin Abu Salamah berkata; Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Ghulam, bacalah Bismilllah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu." Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu.
(HR. Al-Bukhari No. 4957)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa kalau mau makan hendaknya membaca basmalah, dengan menggunakan tangan kanan dan mengambil makanan dari hidangan makanan yang terdekat.

Tentang bacaan basmalah, bisa cukup dengan ucapan “bismillah” (بسم الله) atau boleh juga dilengkapi dengan bacaan “bismillahirrahmanirrahim” (بسم الله الرحمن الرحيم).[2]
Hadits pertama

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ » . فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِى بَعْدُ

"Wahai Ghulam, bacalah “bismilillah”, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu." Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu. (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)

An Nawawi rahimahullah membawakan hadits di atas dalam kitabnya Al Adzkar pada Bab “Tasmiyah ketika makan dan minum”.[1] Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan ketika menjelaskan perkataan An Nawawi, “Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Syarh Al ‘Ubab pada bab rukun-rukun shalat, jika disebut tasmiyah, maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillah”. Sedangkan jika disebut basmalah, maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillahir rohmaanir rohiim”.[2]

Hadits kedua

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

"Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta'ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”." (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)

Hadits ketiga

Dari Hudzaifah, ia berkata, "Jika kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghadiri jamuan makanan, maka tidak ada seorang pun di antara kami yang meletakkan tangannya hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memulainya. Dan kami pernah bersama beliau menghadiri jamuan makan, lalu seorang Arab badui datang yang seolah-oleh ia terdorong, lalu ia meletakkan tangannya pada makanan, namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memegang tangannya. Kemudian seorang budak wanita datang sepertinya ia terdorong hendak meletakkan tangannya pada makanan, namun beliau memegang tangannya dan berkata,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ الَّذِى لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ جَاءَ بِهَذَا الأَعْرَابِىِّ يَسْتَحِلُّ بِهِ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ وَجَاءَ بِهَذِهِ الْجَارِيَةِ يَسْتَحِلُّ بِهَا فَأَخَذْتُ بِيَدِهَا فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّ يَدَهُ لَفِى يَدِى مَعَ أَيْدِيهِمَا

"Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya. Setan datang bersama orang badui ini, dengannya setan ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku pegang tangannya. Dan setan tersebut juga datang bersama budak wanita ini, dengannya ia ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku pegang tangannya. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya tangan setan tersebut ada di tanganku bersama tangan mereka berdua." (HR. Abu Daud no. 3766. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)

Hadits keempat

Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ « فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ »

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?" Beliau bersabda: "Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri." Mereka menjawab, "Ya." Beliau bersabda: "Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya." (HR. Abu Daud no. 3764. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

Hadits kelima

وعن رجل خدم النبي صلى الله عليه وسلم : أنه كان يسمع النبي صلى الله عليه وسلم إذا قرب إليه طعاما يقول : بسم الله

Dari seseorang yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika makanan mendekatinya, beliau mengucapkan “bismillah”. (Disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Kalimuth Thoyyib no. 190. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

 


Kesimpulan: Jika kita perhatikan dari dalil-dalil yang ada (di antaranya hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas), ucapan yang tepat sebelum makan cukup dengan “bismillah”, tanpa “bismillahir rohmanir rohiim”.

Ketika Lupa Mengucapkan “Bismillah”

Sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Aisyah di atas, "Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta'ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”."

Dari hadits ini, diperintahkan ketika seseorang lupa membaca “bismillah” di awal, hendaklah ia membaca “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu”.

Dalam Al Adzkar, An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang meninggalkan membaca “bismillah” di awal karena sengaja, lupa,dipaksa, tidak mampu mengucapkannya karena suatu alasan, lalu ia mampu mengucapkann di tengah-tengah ia makan, maka ia dianjurkan mengucapkan “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu”, sebagaimana terdapat dalam hadits yang telah disebutkan”.[9]

Hukum Membaca “Bismillah” Ketika Makan

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama sepakat (berijma’) bahwa disunnahkan membaca “bismillah” di awal ketika hendak makan.”[10]

Namun ijma’ (kata sepakat) yang diklaim oleh An Nawawi rahimahullah menuai kritikan dari Ibnu Hajar rahimahullah.

Ibnu Hajar rahimahullah dalam Al Fath mengatakan, “Penukilan ijma’ (sepakat ulama) yang diklaim oleh An Nawawi bahwa disunnahkan membaca “bismillah” di awal makan adalah klaim yang kurang tepat. Karena jika itu hanya perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semata, maka ada kemungkinan dihukumi sunnah. Namun ulama lain menyatakan bahwa hukum membaca “bismillah” adalah wajib. Alasannya, hal ini adalah konsekuensi dari pendapat yang menyatakan bahwa makan dengan tangan kanan adalah wajib. Jika demikian, maka membaca “bismillah” itu wajib karena sama-sama menggunakan kata perintah dan disebutkan dalam satu kalimat.”[11]

Yang dimaksud oleh Ibnu Hajar bahwa makan dengan tangan kanan itu wajib adalah hadits berikut ini,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ

Jika salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya dia makan dengan tangan kanannya. Jika minum, maka hendaknya juga minum dengan tangan kanannya, karena setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya pula” (HR. Muslim no. 2020). Makan dengan tangan kanan di sini dihukumi wajib. Walaupun perkara tersebut bukan perkara non ibadah (perkara adab[12]), namun ada indikasi dalam hadits tersebut bahwa makan atau minum dengan tangan kiri adalah cara setan ketika makan. Sedangkan kita sendiri dilarang mengikuti jejak setan karena dia adalah musuh kita. Jika itu musuh, maka tidak boleh dijadikan teladan.[13]

Jika jelas bahwa makan dengan tangan kanan itu wajib, maka begitu pula mengucapkan “bismillah”. Karena perintah membaca bismillah ini berada satu konteks dengan makan melalui tangan kanan, sebagaimana haditsnya: “Wahai Ghulam, bacalah Bismilillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu”.

Intinya, membaca “bismillah” janganlah sampai ditinggalkan di awal makan. Jika melupakannya hendaklah mengucapkan “bismillah awwalahu wa akhirohu”.

Kritik: Mengenai Do’a Makan “Allahumma baarik lanaa ...”

Sebagaimana disebutkan oleh An Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,

روينا في كتاب ابن السني عن عبد اللّه بن عمرو بن العاص رضي اللّه عنهما عن النبيّ صلى اللّه عليه وسلم أنه كان يقول في الطعام إذا قُرِّبَ إليه : " اللَّهُمَّ بارِكْ لَنا فِيما رَزَقْتَنا وَقِنا عَذَابَ النَّارِ باسم اللَّهِ "

Telah diriwayatkan dalam kitab Ibnus Sunni dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ketika makanan didekatkan kepadanya, beliau biasa mengucapkan “Allahumma baarik lanaa fii maa rozaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban naar, bismillah”.

Do’a di atas yang biasa kita dengar dipraktekkan oleh kaum muslimin di sekitar kita. Namun apakah benar hadits di atas bisa diamalkan? Padahal jika kita lihat dari hadits-hadits yang ada, cuma dinyatakan ucapkanlah “bismillah”. Artinya, yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam cukup sederhana.

Berikut penjelasan mengenai derajat hadits di atas:

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa di dalam riwayat tersebut terdapat Muhammad bin Abi Az Zu’ayzi’ah, dan Bukhari mengatakan bahwa ia adalah munkarul hadits.[14]

Adz Dzahabi mengatakan bahwa di dalam riwayat tersebut terdapat Muhammad bin Abi Az Zu’ayzi’ah, dan Abu Hatim mengatakan bahwa ia adalah munkarul hadits jiddan. Begitu pula hal ini dikatakan oleh Imam Al Bukhari.[15]

Ishomuddin Ash Shobabthi menjelaskan dalam takhrij Al Adzkar, “Hadits tersebut dikeluarkan oleh Ibnu As Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (459) dan sanadnya dho’if. Di dalamnya terdapat ‘Isa bin Al Qosim ibnu Sami’. Dia adalah perowi yang shoduq akan tetapi sering membuat kesalahan dan sering melakukan tadlis serta ia dituduh berpaham qodariyah. Juga diriwayatkan dari Muhammad bin Abi Az Zu’ayzi’ah. Ibnu Hibban mengatakan bahwa Muhammad bin Abi Az Zu’ayzi’ah adalah dajjal (pendusta besar).”[16]

Kesimpulan: Dari penjelasan keadaan perowi di atas, kita dapat simpulkan bahwa hadits di atas adalah hadits yang dho’if, sehingga tidak bisa diamalkan. Oleh karena itu, hendaklah kita cukupkan dengan bacaan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum makan yaitu bacaan “bismillah”.

Do’a Ketika Minum Susu

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَطْعَمَهُ اللَّهُ الطَّعَامَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ. وَمَنْ سَقَاهُ اللَّهُ لَبَنًا فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَزِدْنَا مِنْهُ

"Barang siapa yang Allah beri makan hendaknya ia berdoa: “Allaahumma baarik lanaa fiihi wa ath'imnaa khoiron minhu” (Ya Allah, berkahilah kami padanya dan berilah kami makan yang lebih baik darinya). Barang siapa yang Allah beri minum susu maka hendaknya ia berdoa: “Allaahumma baarik lanaa fiihi wa zidnaa minhu” (Ya Allah, berkahilah kami padanya dan tambahkanlah darinya). Rasulullah shallallahu wa 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada sesuatu yang bisa menggantikan makan dan minum selain susu." (HR. Tirmidzi no. 3455, Abu Daud no. 3730, Ibnu Majah no. 3322. At Tirmidzi dan Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Membaca “Bismillah” Ketika Minum

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كان يشرب في ثلاثة أنفاس إذا أدنى الإناء إلى فيه سمى الله تعالى وإذا أخره حمد الله تعالى يفعل ذلك ثلاث مرات

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa minum dengan tiga nafas. Jika wadah minuman didekati ke mulut beliau, beliau menyebut nama Allah Ta’ala. Jika selesai satu nafas, beliau bertahmid (memuji) Allah Ta’ala. Beliau lakukan seperti ini tiga kali.” (Shahih, As Silsilah Ash Shohihah no. 1277)

Maksud hadits di atas adalah ketika minum hendaklah dengan tiga kali nafas. Pada nafas pertama, sebelum minum ucapkanlah “bismillah”. Selesai satu nafas, ucapkanlah “alhamdulillah”. Nafas kedua dan ketiga pun dilakukan seperti itu. Inilah yang disunnahkan ketika minum.



2.Menggunakan tangan kanan
 Makan dan minum dengan tangan kanan adalah wajib, dan bila seseorang makan dan minum dengan tangan kiri maka berdosa karena dia telah menyelisihi perintah Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya serta merupakan bentuk perbuatan tasyabbuh (meniru) perilaku setan dan orang-orang kafir.
 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِيْنِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِيْنِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ

Apabila salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah makan dengan tangan kanan dan apabila dia minum, minumlah dengan tangan kanan. Karena setan apabila dia makan, makan dengan tangan kiri dan apabila minum, minum dengan tangan kiri.”{HR. Muslim}

3.Makan dari arah pinggir dan disekitarnya
 Makan dari arah pinggir atau tepi dan memakan apa yang ada disekitarnya (yang terdekat) merupakan bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan pada bimbingan beliau terkandung barakah serta merupakan penampilan adab yang baik.
 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا وُضِعَ الطَّعَامُ فَخُذُوْا مِنْ حَافَتِهِ وَذَرُوْا وَسْطَهُ فَإِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ فِيْ وَسْطِهِ

Jika makanan diletakkan, maka mulailah dari pinggirnya dan jauhi (memulai) dari tengahnya, karena sesungguhnya barakah itu turun di tengah-tengah makanan.”
{Shahih Sunan Ibnu Majah no.2650 oleh Asy-Syaikh Al-Albani}
 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada ‘Umar bin Abi Salamah:

يَاغُلاَمُ,سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ

Wahai anak! Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang ada disekitarmu (didekatmu).”
{HR.Al Bukhari dan Muslim}

4.Duduk saat makan
 Islam mengajarkan bagaimana cara duduk yang baik ketika makan yang tentunya hal itu telah dipraktekkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sifat duduk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika makan telah diceritakan oleh Abdullah bin Busr radhiallahu ‘anhu: “Nabi memiliki sebuah qas’ah (tempat makan/nampan) dan qas’ah itu disebut Al-Gharra’ dan dibawa oleh empat orang. Di saat mereka berada di waktu pagi, mereka Shalat Dhuha, lalu dibawalah qas’ah tersebut ¬dan padanya ada tsarid (sejenis roti) ¬ mereka mengelilinginya. Tatkala semakin bertambah (jumlah mereka), Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam duduk di atas kedua betis beliau. Seorang A’rabi (badui) bertanya: “Duduk apa ini, wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku dijadikan oleh Allah sebagai hamba yang dermawan dan Allah tidak menjadikan aku seorang yang angkuh dan penentang.”
{HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Shahih}
 Kenapa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam duduk dengan jatsa (di atas kedua lutut dan kaki)? Ibnu Baththal mengatakan: “Beliau melakukan hal itu sebagai salahsatu bentuk tawadhu’ beliau.” {Fathul Bari, 9/619} Al Hafidzh Ibnu Hajar juga menerangkan:”…maka cara duduk yang disunnahkan ketika makan adalah duduk dengan jatsa. Artinya duduk di atas kedua lutut dan kedua punggung kaki, atau dengan mendirikan kaki yang kanan dan duduk di atas kaki kiri.”{Fathul Bari, }

5.Tidak boleh mencerca makanan
 Semua yang kita makan dan minum merupakan rizki yang datang dari Allah subhanahu wata’ala, maka tidak boleh bagi kita untuk menghina ataupun mencerca sedikitpun dari apa yang telah diberikan Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita suatu adab yang mulia ketika tidak menyukai makanan yang dihidangkan sebagaimana dalam hadits:
 Dari Shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:

مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ, إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُُ

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencerca makanan sama sekali. Bila beliau menginginkan sesuatu beliau memakannya dan bila tidak suka beliau meninggalkannya.”
{HR. Al Bukhari dan Muslim}

6.Berdo’a sesudah makan
 Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala meridhai terhadap seorang hamba yang makan dan minum, kemudian memuji-Nya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ اْلأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشُّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

Sesungguhnya Allah betul-betul ridha terhadap seorang hamba yang memakan makanan, kemudian memuji-Nya dan yang meminum minuman lalu memuji-Nya.”
 {HR. Muslim}
 Adapun di antara beberapa contoh do’a sesudah makan dan minum adalah sebagai berikut ini:
 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَكَلَ طَعَامًافَقَالَ “الْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلِ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ” غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa memakan makanan dan dia mengatakan “Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makan ini, dan memberiku rizki dengan tanpa ada daya dan kekuatan dariku.” Maka akan diampuni dosanya.”
{HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Shahih}

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلاَ مُوَدَّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبُّنَا

Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik dan berkah. Dia tidak membutuhkan pemberian makanan (karena Dia yang memberi makanan), tidak ditinggalkan dan tidak membutuhkan makanan itu ya Rabb kami.”
{HR. Al Bukhari, Tirmidzi dengan lafadznya}
 Apakah ada do’a yang lain yang bisa dibaca setelah makan?. Jawabnya ada do’a selain ini dan boleh dibaca selama do’a tersebut benar datangnya dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Do’a-do’a penutup tersebut merupakan bentuk syukur dan sebagai bentuk mengingat keutamaan Allah subhanahu wata’ala dan rizki-Nya kepada kita.
Jadi doa yg shahih adalah :

 - الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِيْ هَذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ.
 “Segala puji bagi Allah yang memberi makan ini kepadaku dan yang memberi rezeki kepadaku tanpa daya Dan kekuatanku”.
 (HR. Penyusun kitab Sunan, kecuali An-Nasai, Tirmidzi)

 Atau,
Dari Abu Umamah radiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wasallam apabila selesai makan, beliau berdo'a:
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ، غَيْرَ [مُكْفِيٍّ وَلاَ] مُوَدَّعٍ، وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا
Alhamdulillahi katsiiran thoyyiban mubarakan fiihi ghaira makfiiyin wa laa muwadda'in wa laa mustaghna 'anhu rabbana

"Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak lagi baik dan penuh berkah di dalamnya, bukan pujian yang tidak mencukupi dan tersia-sia dan tidak dibutuhkan, wahai Rabb kami."

(Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (no 5458), ahmad dalam Musnadnya (v/252, 256, 261, 267), Abu Dawud (no 3849), at Tirmidzi dalam Sunannya (no 3456) dan Syamaa-il Muhammadiyah (no 191), Ibnu Majah (no. 3284), an Nasai dalam Sunan Kubra dan Amalul Yaum wa Lailah sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf (I/163) oleh al Mizzi.)
DOA dhaif SETELAH MAKAN

"Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum kami dan menjadikan kami termasuk orang muslim."

DHA'IF (LEMAH). Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3850), at Tirmidzi (no 3457), Ibnu Majah (no 3283), dan selainnya.

Hadits ini lemah, sebagaimana ditegaskan oleh Imam al Albani (Takhrij Kalimit Thayyib (no 188), al Misykah (no 4204), dan Mukhtashar Syamaa-il Muhammadiyah (no 163)). Sebab kecacatan hadist ini adalah idhtirab sanad (sanadnya goncang). Kadang dari Ismail bin Riyah dari bapaknya atau selainnya, terkadang jugadari Ismail bin Abu Idris dari Abu Said al Khudri secara mauquf (sampai kepada Shahabat Said al Khudri saja). Kadang lagi dari Riyah dari budak Abu Said dan terkadang juga dari anak saudara (sepupu) Abu Said.

Imam adz-Dzahabi juga berkata dalam biografi Isma'il bin Riyah: "Saya tidak mengetahui siapa dia. Abu Dawud mengeluarkan haditsnya. Perawi darinya (Ismail bin Riyah) hanyalah Abu Hasyim as Rumani saja dan haditsnya (Ismail) mudhtarib (goncang). Dan Riyah bin 'Abidah padanya ada jahalah (tidak dikenal). Abu Hasyim (seorang terpercaya) meriwayatkan dari Ismail bin Riyah dari bapaknya atau selain dari bapaknya, bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wasallam apabila selesai  dari makan, beliau berdo'a...(lalu menyebutkan do'a diatas)." Kemudian Imam adz Dzahabi berkata:"Gharib munkar.

7.Membasuh tangan sebelum tidur
 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ نَامَ وَفِي يَدِهِ غُمَرٌ وَلَمْ يَغْسِلْهُ فَأَصَابَهُ شَيْءٌ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

Barangsiapa tertidur dan ditangannya terdapat lemak (kotoran bekas makan) dan dia belum mencucinya lalu dia tertimpa oleh sesuatu, maka janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.”{HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Shahih}

Doa sesudah makan:

Dalam hadis riwayat Abu Dawud, al-Tirmidzi dan Ibn Majah dari Abu Said al-Khudri diterangkan bahwasanya Rasulullah Saw apabila selesai makan beliau membaca:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِين

(Segala puji bagi Allah yang telah memberikan makan dan minum kepada kami dan menjadikan kami sbagai kaum muslimin)

Riwayat dalam hadis tersebut dinilai da’if (lemah) karena sanadnya lemah dan terdapat perawi yang tidak disebutkan namanya (majhul).[3]

Berdasarkan hadis sahih riwayat al-Bukhari, doa sesudah makan yang sah dari Nabi Saw adalah sebagai berikut:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا فَرَغَ مِنْ طَعَامِهِ وَقَالَ مَرَّةً إِذَا رَفَعَ مَائِدَتَهُ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَفَانَا وَأَرْوَانَا غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلاَ مَكْفُورٍ وَقَالَ مَرَّةً الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّنَا غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مُوَدَّعٍ وَلَا مُسْتَغْنًى رَبَّنَا

Dari Abu Umamah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam jika selesai dari makan, sekali waktu dengan lafadz, 'jika mengangkat lambungnya, beliau mengucapkan: "ALHAMDULILLAHILADZII KAFAANAA WA ARWAANAA GHAIRA MAKFIYIN WA LAA MAKFUURIN (Segala puji hanya milik Allah yang telah memberi kecukupan kami dan menghilangkan rasa haus, bukan nikmat yang tidak dianggap atau dikufuri) ', dilain waktu dengan lafadz, 'ALHAMDULILLAHI RABBINAA GHAIRA MAKFIYIN WA LAA MUWADDA'IN WA LAA MUSTAGHNAN RABBANAA (Segala puji hanya milik Allah Rabb kami, bukan pujian yang tidak dianggap dan tidak dibutuhkan oleh tuhan) '." (HR. Al-Bukhari No. 5038)

Doa buka puasa:

Dalam hadis riwayat Abu Dawud, al-Nasa-i, al-Hakim dan lain-lain menerangkan bahwa Ibnu ‘Umar ra berkata: Rasulullah Saw apabila (selesai) berbuka puasa, beliau membaca doa: “Dzahabadh-dhama’u wabtallatil ‘uruuqu watsabatal ajru insyaa Allah”


ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله

Artinya:

Telah hilang rasa haus, Urat-urat telah basah, Dan pahala telah ditetapkan, Insya Allah.[4]

Menurut Syekh M.Nashiruddin al-Albani, hadis tersebut hasan/ bagus kualitasnya.


Mengenai redaksi doa buka puasa selain redaksi tersebut di atas, menurut ahli hadis kualitasnya da’if (lemah) bahkan ada yang maudu’ (palsu).

Beberapa redaksi doa buka puasa yang dinilai da’if / lemah oleh ahli hadis antara lain:


بِسْمِ الله،اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ


Redaksi doa tersebut diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Ausath. Riwayat tersebut dinilai da’if karena terdapat perawi yang dikenal da’if yang bernama Dawud bin al-Zabarqan.[5]


اللَّهُمَّ لَك صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْنَا فَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ


Redaksi doa tersebut diriwayatkan oleh al-Daruquthni dalan Sunan-nya. Riwayat tersebut dinilai da’if karena terdapat perawai yang dikenal da’if yang bernama Malik bin Harun.[6]


اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْت وَعَلَيْك تَوَكَّلْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت


Redaksi doa tersebut tidak jelas sumbernya dari mana (la ashla lahu), karena itu riwayat tersebut dinilai maudu’ atau palsu.[7]






[1] Abu Hatim al-Razi, ‘Ilal al-Hadis Li Ibn Abi Hatim, Vol. I/1552. Baca juga Ibn Hajar al-‘Asqalani, Lisan al-Mizan, Vol.II (Bairut: Muassasah al-A’lami, 1986), 385. Baca juga Muhammad Nashiruddin al-Albani, al-Silsilah al-Da’ifah, Vol. IV/ 265.


[2] Abdullah al-Faqih, Fatawa al-Syabakah al-Islamiyah al-Muaddalah, Vol. II/4069.

[3] Muhammad Nashiruddin al-Albani, Shahih Wa Da’if Sunan Abi Dawud, Vol.VIII/350.

[4] HR. Abu Dawud, al-Nasa-i, al-Hakim dari Ibnu ‘Umar ra

[5]Muhammd Nashiruddin al-Albani, Irwa al-Ghalil, IV/37

[6] Muhammd Nashiruddin al-Albani, Irwa al-Ghalil, IV/36

[7] Al-Mala ‘Ali al-Qari, Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, VI/ 304

Xxxxxxxxxxxxx
Doa Setelah Makan Dan Minum

Ahmad Hamdani

[SALAFY XIV/SYAWWAL/1417/1997/DOA]



Pada bulan Syawwal, umat Islam bergembira dengan datangnya hari Iedul Fitri. Hari itu merupakan hari berbuka atau hari dilarangnya berpuasa sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sabdakan :

Dari Buraidah ia berkata : “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak pergi (shalat Ied) pada hari raya Fithri hingga ia makan dan tidak makan pada hari raya Adlha hingga ia pulang.” (HR. Tirmidzi nomor 245, Ahmad nomor 33 dan 44, Ibnu Majah bab 49, Ad Darimi bab 217, Al Hakim dalam Al Mustadrak 1/294, beliau menshahihkannya, Ath Thayalisi nomor 811, Nailul Authar oleh Asy Syaukani juz 3 halaman 355, hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Al Qahthan)

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak pernah pergi pada hari raya Fithri sebelum beliau makan beberapa biji kurma dan beliau biasa memakannya dengan jumlah ganjil.

Disunnahkan mengawali makan dengan beberapa biji kurma seperti yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :

Dari Anas radliyallahu 'anhu, ia berkata : “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak pernah pergi pada hari Iedul Fithri sehingga ia memakan beberapa biji kurma dan ia memakannya dengan jumlah ganjil.” (HR. Bukhari 2/21, Musnad Ahmad bin Hanbal 3/353, Sunanul Kubra 3/282, Misykatul Mashabih 1433, Syarhus Sunnah 306, Taghliq Ta’liq 389, Amali As Syajari 2/39, Fathul Bari 2/466, dan  Mu’jamul Kabir oleh At Thabrani 2/276)

Imam As Shan’ani mengatakan, Muhallab berkata : “Hikmah makan sebelum shalat itu agar tidak ada persangkaan bahwa puasa masih berlangsung sampai shalat Ied dilangsungkan. Hal ini adalah untuk mencegah segala kemungkinan yang tidak baik.”

Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa hikmah disunnahkan makan kurma karena rasa manisnya berkhasiat menguatkan pandangan yang melemah karena puasa dan rasa manis itu cocok dengan iman, melembutkan perasaan, dan inilah yang lebih baik daripada lainnya. Oleh karena itu sebagian tabi’in menyunnahkan berbuka dengan yang manis-manis secara mutlak semisal madu. Beliau pun berkata : “Hikmah makan kurma dengan jumlah ganjil (yakni satu biji) memberikan isyarat kepada keesaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.” (Subulus Salam, Imam As Shan’ani halaman 136)

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memerintahkan setiap kali makan membaca basmalah sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Salamah  radliyallahu 'anhuma, ia berkata :

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkata kepadaku : “Sebutlah nama Allah ketika makan dan mulailah dengan tangan kanan.” (HR. Bukhari 1/521 dan 523 dalam Fathul Bari dan Muslim 2/22)

Dari Aisyah radliyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Jika salah seorang di antara kalian makan, sebutlah nama Allah pada permulaannya. Jika lupa menyebut nama Allah pada permulaannya maka ucapkanlah bismillahi awwalahu wa akhirahu.” (Hadits shahih dengan dukungan hadits-hadits lain, dikeluarkan oleh Abu Dawud 3767, At Tirmidzi 1920, An Nasa’i dalam Amalul Yaumi wal Lailah 281, Ahmad 6/207-208, Ad Darimi 2/94, Al Baihaqi 7/289, dan Al Hakim 4/158, dishahihkan oleh Syaikh Salim Al Hilali).

Pada hadits shahih yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dari Aisyah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengatakan :

“Jika salah seorang di antara kalian memakan makanan hendaklah membaca bismillah. Apabila lupa pada permulaannya hendaklah membaca bismillahi fi awwalihi wa akhirihi.” (HR. Abu Dawud 3/447, Tirmidzi 4/288, dan lihat Shahih Tirmidzi 2/127)

Al Imam An Nawawi berkata : “Para ulama bersepakat menyunnahkan pembacaan bismillah pada permulaan makan. Apabila tidak membaca bismillah karena lupa, tidak sengaja, atau tidak mampu mengucapkannya karena ada sesuatu yang menghalanginya dan tetap dalam keadaan makan, maka disunnahkan untuk membaca bismillahi awwalahu wa akhirahu atau bismillahi fi awwalihi wa akhirihi sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas.

Pengucapan basmalah dalam minum air putih, susu, madu, kuah, dan minuman lainnya sama seperti ketika memakan makanan. Ulama madzhab Syafi’i dan yang lainnya menganggap sunnah mengeraskan suara ketika membaca basmalah untuk memperingatkan orang lain dan agar menjadi contoh bagi orang lain. Wallahu A’lam.” (Al Adzkar, Al Imam An Nawawi halaman 334)

Terkadang makanan yang disuguhkan kepada kita kurang mengundang selera, maka janganlah kita mencelanya. Jika suka maka makanlah dan apabila tidak suka hendaknya diam, sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Hurairah radliyallahu 'anhu :

“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Apabila ia suka, ia memakannya dan jika tidak suka maka ditinggalkannya.” Pada riwayat Muslim : “Jika suka, memakannya, jika tidak suka beliau diam.” (HR. Bukhari dalam Fathul Bari nomor 547 dan Muslim nomor 2564)

Namun diperbolehkan mengucapkan : “Aku tidak suka makanan ini atau aku tidak terbiasa memakan makanan ini” apabila diundang untuk memakannya sebagaimana dalam hadits tentang dlab (biawak) ketika para shahabat menyuguhkan panggangan daging biawak tersebut. Lalu Rasulullah  Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyentuhnya. Shahabat berkata : “Itu daging biawak, wahai Rasulullah!” Lalu dengan segera beliau mengangkat tangannya karena jijik. Kemudian Khalid berkata : “Apakah daging biawak haram, wahai Rasulullah?” Beliau berkata : “Tidak, dia tidak ada di daerahku.” (HR. Bukhari dalam Fathul Bari 9/543 dan Muslim nomor 1945 dari Khalid bin Al Walid radliyallahu 'anhu)

Disunnahkan pula memuji makanan yang dimakan.

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam meminta lauk kepada para istrinya. Mereka berkata : “Kami hanya memiliki cuka.” Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyuruh mengambilnya lalu memakannya seraya berkata : “Sebaik-baik lauk adalah cuka.” (Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih-nya nomor 1431 dan 1433)

Apabila kita kebetulan bertamu ke rumah teman/saudara dan mendapatkan suguhan, dianjurkan mendoakan kepada tuan rumah dengan doa :



"Ya Allah, berikan keberkahan (kebaikan yang terus-menerus) untuk mereka (tuan rumah) pada apa-apa yang Engkau rizkikan untuk mereka. Ampunilah dan sayangilah mereka.” (HR. Muslim 3/1615)

Demikian pula disunnahkan memberikan shalawat kepada orang yang menyerahkan zakat harta miliknya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat At Taubah ayat 103)



Dari Abdillah bin Abi Aufa mengatakan, apabila suatu kaum datang kepada beliau untuk menyerahkan sedekah, beliau berdoa : “Ya Allah, berilah shalawat (yakni ampunilah mereka).” Kemudian bapakku --Abu Aufa-- membawa sedekah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam lalu Rasulullah bersabda : “Ya Allah, berilah shalawat atas Ali (keluarga) Abi Aufa.” (HR. Muslim 1078). Ali Aufa yaitu Abu Aufa sendiri. (Lihat Mukhtashar Syarah Shahih Muslim halaman 757, Imam An Nawawi)

Setelah selesai makan disunnahkan berdoa :



“Segala puji yang banyak, baik, dan berkah bagi Allah. Engkaulah pemberi makan tidak diberi makan, tempat meminta dan mengharap. Ya Allah, Engkaulah Dzat yang tidak membutuhkan pujian.” (HR. Bukhari dari Abi Umamah, dikeluarkan oleh An Nawawi dalam Al Adzkar tahqiq Abdul Qadir Al Arnauth, halaman 339)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Barangsiapa sesudah makan mengucapkan :



‘Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah memberi makan dan rizkiku tanpa upaya dan kekuatan dariku.’ Maka akan diampuni dosanya yang telah lewat.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Muadz bin Anas radliyallahu 'anhu, Tirmidzi berkata : “Hadits ini hasan.” Lihat Shahih Tirmidzi 3/159)

Itulah doa-doa sebelum dan sesudah makan minum yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk diamalkan sebagai ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan perwujudan rasa syukur kepada-Nya yang telah memberi kenikmatan kepada kita berupa makanan dan minuman.

Allahu Ta’ala A’lam.

Maraji’ :

1.       Al Adzkar. Imam An Nawawi tahqiq Abdul Qadir Al Arnauth.

2.       Shahihu Al Adzkar wa Dlaif Al Adzkar An Nawawi. Syaikh Salim Ied Al Hilali.

3.       Tafsir Qur’anul Adhim. Ibnu Katsir.

4.       Nailul Authar. Al Imam Asy Syaukani.

5.       Subulus Salam. Al Imam Ash Shan’ani.

6.       Mukhtashar Syarah Shahih Muslim. Al Imam An Nawawi.

7.       Hishnul Muslim. Said bin Ali bin Wahf Al Qahthan.
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Hadits yang Membicarakan tentang Membaca “Bismillah”


Do’a Sesudah Makan

Di antara do’a yang shahih yang dapat diamalkan dan memiliki keutamaan luar biasa adalah do’a yang diajarkan dalam hadits berikut.

Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ. غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath'amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu." (HR. Tirmidzi no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Namun jika mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah makan juga dibolehkan berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

Sesungguhnya Allah Ta'ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734) An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillah” saja, maka itu sudah dikatakan menjalankan sunnah.”[17]

Adab Makan dalam Pembahasan Ini

Dari penjelasan di atas ada beberapa adab ketika makan yang bisa kita simpulkan:
Sebelum makan, ucapkanlah “bismillah”. Setan akan menghalalkan makanan yang tidak dibacakan “bismillah” ketika makan.
Wajibnya makan dengan tangan kanan.
Makan secara berjama’ah (bersama-sama dalam satu nampan) akan lebih barokah.
Makanlah apa yang ada di hadapan kita, jangan merebut apa yang di hadapan orang lain.
Ketika minum hendaknya dengan tiga kali nafas. Setiap kali minum, ucapkanlah “bismillah”. Selesai satu nafas, ucapkanlah “alhamdulillah”. Cara ini diulang sampai tiga kali.
Jika lupa mengucapkan bismillah di awal, ucapkanlah “bismillahi awwalahu wa akhirohu” ketika ingat.
Do’a ketika mendapat berkah makan: Allaahumma baarik lanaa fiihi wa ath'imnaa khoiron minhu.
Do’a ketika minum susu: Allaahumma baarik lanaa fiihi wa zidnaa minhu.
Setelah makan ucapkanlah “Alhamdulillaahilladzii ath'amanii haadzaa wa razaqaniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin”, atau cukup dengan “alhamdulillah”.

Sedangkan adab makan lainnya masih perlu dibahas pada tulisan tersendiri untuk melengkapi pembahasan di atas. Semoga Allah mudahkan.
Xxxxxxxxxxxxxx
Do'a Setelah Makan
 Posted by Abu Yazid  |  Labels: Artikel, Do'a dan Wirid


Do’a Setelah Makan

Saudaraku seiman dan seaqidah, banyak dari kita yang selama ini tidak tahu akan do'a setelah makan yang shahih dan sharih (jelas) datang dari Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, diantara do'a yang dari kecil kita dengar, bahkan sering diajarkan oleh orangtua kita atau guru kita adalah doa berikut ini :

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِينَ

Kemudian setelah ditelusuri oleh para ulama ahlul 'ilmi, ternyata :

Doa ini adalah Hadits DHA’IF (LEMAH). diriwayatkan oleh Ahmad (3/32) no. 11294, (3/98) no. 11953, Abd bin Hamid (1/284) no. 907, Ibn Abi Syaibah (8/121) no. 24992, 242995, (10/342-343) no. 30177, 30179, Abu Dawud no.3850, at-Tirmidzi no. 3457, Ibnu Majah no.3283, Nasai dalam Sunan Al-Kabir (6/80) no. 10120-123 dan Amalul Yaum wal Lailah no. 288-290, Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (5/436), Baihaqi dalam Syuabul Iman (5/122) no. 6039, Abu Syaikh dalam Ahlakun Nabi no. 643, Thabrani dalam Ad-Du’a no. 899, Adh-Dhabi dalam Ad-Du’a no. 113 dan Ibn Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah no. 463 dengan sanad yang idhtirab secara marfu maupun mauquf.

Imam Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan (1/385) berkata, “Gharib mungkar”. Didhaifkan pula oleh Imam Al-Albani dan Syaikh Al-Arnauth.

Oleh karena itu, hadits ini tidak bisa dijadikan HUJJAH dalam ber'amal.

ADAPUN DO'A YANG SHAHIH:

Yaitu dibacakan setelah makan “Tahmid” (Alhamdulillah), sebagaimana dalam satu hadits :

إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ اْلعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ اْلأَكْلَةَ فَيَحْمِدُهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبُ الشُّرْبَةَ فَيَحْمِدَهُ عَلَيْهَا

Sesungguhnya Allah rela jika seorang hamba memakan suatu makanan lalu dia bertahmid atasnya atau meminum suatu minuman dan dia bertahmid atasnya”. (Muslim no: 2734).

Dan tahmid ini mudah, walhamdulillah.

Ada lagi lafazh lain yang lebih lengkap yang juga shahih, seperti :

اَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلاَ مُوَدِّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنِى عَنْهُ رَبَّنَا عَزَّ وَجَلَّ

atau

اَلْحَمْدُ ِللهِ اَّلذِي كَفَانَا وَآوَانَا غير مَكْفِيٍّ وَلاَ مَكْفُوْر

Dua lafazh diatas oleh Bukhori dan selainnya.

Adapun menurut riwayat Tirmidzi (no. 3458 –haditsnya hasan), dan ini yang banyak diajarkan oleh guru-gur yang mengajarkan sunnah:

اَلْحَمْد ُِللهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَـوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ

Atau dalam riwayat lain:

أَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْه

Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud (no. 385 –sanadnya shahih):

اَلْحَمْد ُِللهِ الَّذِي أَطْعَمَ وَسَقَى وَسَوَّغَهُ وَجَعَلَ لَهُ مَخْرَجًا

Sedangkan menurut riwayat Ahmad (4/64) no. 16646 dan (4/337) no. 18991, Nasai dalam Al-Kabir (4/202) no. 6898, Abu Nu’aim dalam Ma’rufatul Shahabah (no. 6625), Ibn Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah no. 464, dan Abu Syaikh (no. 646) – sanadnya shahih menurut Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 71:

اَللّهُمَّ أَطْعَمْتَ وَأَسْقَيْتَ وَأَقْنَيْتَ وَهَدَيْتَ وَأَحْيَيْتَ فَلِلّهِ الْحَمْدُ عَلىَ مَا أَعْطَيْتَ

Walhamdulillah
- Doa Tamu Kepada Orang Yang Menghidangkan Makanan / Minuman :

- اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ، وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ.

Ya Allah! Berilah berkah apa yang Engkau rezekikan kepada mereka, ampunilah dan belas kasihanilah mereka.” (HR: Muslim).

- اَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِيْ وَاسْقِ مَنْ سَقَانِيْ.

Ya Allah! Berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku.” (HR: Muslim).

- Doa Apabila Berbuka Di Rumah Orang :

- أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ.

Semoga orang-orang yang berpuasa berbuka di sisimu dan orang-orang yang baik makan makananmu, serta malaikat mendoakannya, agar kamu mendapat rahmat.” (HR: Sunan Abu Dawud 3/367, Ibnu Majah 1/556 dan An-Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 296-298. Dishahihkan oleh Al-Albani).

- Doa Orang Yang Berpuasa Apabila Diajak Makan :

- إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ.

Apabila seseorang di antara kamu diundang (makan) hendaklah dipenuhi. Apabila puasa, hendaklah mendoakan (kepada orang yang mengundang). Apabila tidak puasa, hendaklah makan.” (HR. Muslim 2/1054).